Sabtu, 08 September 2012

Tak Akan Bisa

Dia masih menatapku. Aku tau itu. Meskipun kepalaku tertunduk dalam. Tapi aku tau, matanya terus menjelajahi raut wajahku. Berharap menemukan sebuah jawaban yang ditunggunya di sana. Aku dapat merasakan kecemasan yang terukir di garis-garis di keningnya saat dia menungguku membuka suara.

Napasnya terdengar naik turun, tidak tenang. Aku tak sanggup menatap bola matanya yang bersinar-sinar bagai ribuan gemerlap bintang yang berkumpul di dalam sana. Pandangannya akan menyilaukan penglihatanku. Bahkan sanggup menikam jantungku hanya dengan tatapan ibanya.



Laki-laki itu menggelengkan kepalanya dan menyandarkan bahunya di kursi. Tangannya terkulai lemah di samping tubuhnya.

"Apalagi yang kau tunggu ?"
Dia bertanya lagi. Dengan pertanyaan yang sama yang entah sudah berapa kali ia lontarkan dalam satu jam ini.
Aku masih memilih untuk diam. Bukan menikmati kecemasannya. Tapi karena ketakutanku untuk menjawab.

"Tidak cukupkah aku membuktikan kesetianku selama enam tahun ini ?" Ada segaris rasa putus asa dalam nada pertanyaannya kali ini.

Tapi bukan itu. Bukan karena aku tidak percaya dengan kesetiaannya. Tapi justru karena rasa setianya itulah yang membuatku semakin membungkam suaraku.

Bintang, begitulah namanya. Seperti sinar yang selalu berpijar di dalam matanya. Adalah seorang pelajar SMA yang melakukan kerja praktek pada liburan panjang kenaikan kelas di tempatku bekerja enam tahun silam. Hanya dua minggu pertemuan kami. Tidak lebih. Tapi Bintang dengan sangat polosnya menyatakan keinginannya untuk jadi kekasihku. Perempuan yang usianya 7 tahun lebih tua daripada umurnya yang waktu itu baru 15 tahun. Aku menanggapinya seolah itu hanya sebuah lelucon anak SMA, anak remaja. Tentu saja menolaknya dengan tegas. Tapi rupanya ia tidak sedang main-main. Karena sejak itu Bintang sering datang ke kantorku hanya untuk mengajakku makan siang atau menjemputku di sore hari. Aku membiarkannya dan berusaha mengabaikannya. Bintang memang cukup tampan di usia yang masih begitu muda. Tinggi tubuhnya pun sudah seperti tinggi orang dewasa. Sampai-sampai aku harus mendongak bila ingin menatapnya.
Dia baik dan polos. Kukira perasaannya saat itu hanyalah rasa suka sementara karena dia menghilang setelah berkali-kali ku abaikan dan tak ku hiraukan keberadaannya.

Tapi hari ini dia datang lagi. Enam tahun sudah perkenalan kami dan kejadian itu masih begitu segar di ingatanku. Enam tahun yang begitu cepat. Kini dia bukan remaja berusia 15 tahun lagi. Tapi seorang laki-laki berusia 21 tahun yang sudah lulus sarjana.

"Aku rasa, aku yang sekarang sudah cukup pantas untuk jadi pendampingmu, kak. " begitu katanya
Aku menggeleng. "Kamu masih belum cukup umur." Jawabku
"Harus menunggu sampai berapa tahun lagi memangnya?"
"Tidak ada yang perlu kau tunggu, Bintang!"
"Kenapa?"
"Pergilah! Carilah wanita lain yang lebih baik daripada aku."
"Kau tidak menginginkanku?"
Kugelengkan kepalaku lagi. "Bukan itu, Bintang!"
"Lalu apa ?"
"Begitu banyak alasan untuk menjawab pertanyaanmu, Bintang. Tapi sungguh, Maafkan aku. Aku tidak akan pernah bisa menerimamu dan menjawab semua pertanyaanmu."
Kali ini kuberanikan untuk menatap matanya.

Bintang balas menatapku, kedua matanya tampak nanar dengan rahang yang mengeras. Menahan kekecewaan yang kiranya siap tumpah saat aku tak ada. Aku memberikan kesempatan itu, meninggalkannya dalam kehancuran. Dan tak sekalipun aku menoleh untuk menatapnya.

Enam tahun kehilangan dia sanggup membuatku menitikkan airmata di setiap malam yang kulalui. Mencari-cari keberadaannya dan keadaannya yang baik-baik saja membuatku merasa sedikit lega. Tapi kini kurasa aku tak sekuat dulu lagi. Memang. aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya. Tapi tegakah aku menerima Bintang setelah kesucianku dinodai dengan orang yang bahkan aku sendiri tidak mengenalnya? Sanggupkah aku mengatakan alasan yang membuatku menolaknya? Bukan karena perbedaan umur, bukan karena aku tidak menginginkannya. Tapi karena aku tidak pantas menerimanya.

"Mentari !"
Teriakan Bintang mampu memperlambat gerakanku tapi tak berhasil menghentikan langkahku.

Dan kau tau, Bintang dan mentari tak akan pernah bisa bersatu di bawah langit yang sama.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------
satu lagi yang aneh dari saya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar