Kamis, 17 Januari 2019

Cerita Mini: Ketika Hujan Hari Itu



Dentingan suara air yang menabrak genting-genting atap sekolah masih terdengar jelas. Diselingi dengan derai canda dan teriakan-teriakan riang dari siswa-siswi yang masih saja menunggu hujan berhenti. Sama seperti aku. Tapi sayangnya, aku hanya duduk diam di pojok kelas. Seolah menikmati rasa dingin yang diantarkan angin.

Di ujung yang lain, aku melihat seorang lelaki berambut ikal yang sedang berbincang dengan Hendra, teman satu kelasku. Biasanya, mereka memang selalu pulang bersama karena mereka tidak hanya bersahabat tapi juga bertetangga.

Aku sudah menyukainya sejak pertama kali masuk ke sekolah ini. Bukan Hendra, tapi temannya.
Tapi kami tak pernah saling sapa. Kurasa, dia juga tidak tau namaku karena kami memang tidak satu kelas. Aku hanya suka memperhatikannya bila dia berkunjung ke kelas kami untuk menemui Hendra.


Hujan sedang deras-derasnya saat aku lihat kaca jendela yang separuhnya tertutupi embun. Suara guntur sesekali saling bersahutan, membuat teman-teman menjerit ketakutan. Tapi aku masih saja diam. Memperhatikan dia.
Putra, nama lelaki itu, mulai membaur dengan temanku yang lain. Entah apa yang mereka lakukan dan perbincangkan. Di mataku, mereka seolah sedang bermain sesuatu. Tertawa, menjerit dan saling mengejek.


Ketika hujan mulai reda, aku yang pertama kali keluar kelas. Teman-teman yang lain masih asyik bermain dan bercanda. Mungkin mereka menunggu hingga hujan benar-benar berhenti. Putra juga.
Tapi aku tidak peduli. Karena aku akan dimarahi Ibu jika telat pulang. Lagipula, gerimis kecil seperti ini bisa kuatasi dengan payung lipat andalanku.


Lorong-lorong sekolah masih ramai. Tidak semenakutkan biasanya. Banyak siswa dari kelas lain yang belum pulang. Mungkin sedang ada kegiatan klub, entahlah.


Saat tiba di halaman sekolah, aku mendengar sebuah suara berkata,
"Boleh pulang bareng kamu, Lu?"

Dengan jelas, aku mendengar pertanyaan itu dengan suara yang seperti sering kudengar. Apakah itu pertanyaan untukku?
Aku menoleh untuk memastikan bahwa suara itu memang berbicara padaku.

Yang pertama kulihat adalah rambut ikal serta sepasang mata yang nampak jenaka. Agak ke bawah, kulihat sebuah hidung bangir dan bibir yang melengkungkan senyuman, menampakkan deretan gigi putih yang berbaris rapi.

"Kenapa?" tanyaku, agak linglung
"Boleh aku pulang bareng kamu, Lu? Kayaknya rumah kita satu arah deh."

Laki-laki itu Putra. Putra yang temannya Hendra. Putra yang aku suka sejak masuk ke sekolah ini. Tapi sepertinya rumah kami beda arah...


                                                   *--*             



Hello temansss...
kali ini gue bawa ceerita mini buatan sendiri yang udah lamaaaaa banget nggak dipublish. Sekitaran tahun 2012 mungkin, waktu gue masih bisa nulis. Hikss...

Dan sekarang gue lagi ngubek-ngubek catatan2 cerita gue dulu. Mao dipublish di sini niatnya. Hahahaa...

Oke deh, sampe ketemu di post selanjutnya ya temansss. Byee *_*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar